Pages

Sunday, June 13, 2010

Review: Fingersmith


Susan Trinder:

For if I was young, then she was an infant, she was a chick, she was a pigeon that knew nothing.

Maud Lilly:

She is pleased with the curtsey, I can tell. She is pleased with me. She thinks me a fool. The idea upsets me, more than it should. I think, You have come to Briar to ruin me.


Fingersmith adalah buku karangan Sarah Waters yang menceritakan bagaimana takdir mempertemukan dua orang wanita dari latar belakang yang berbeda. Cerita tentang seorang gadis yang tinggal bersama keluarga fingersmith (pencopet) dan seorang gadis anak bangsawan yang tinggal di rumah megah di pinggir kota. Kehidupan mereka yang tenang suatu saat akan berubah drastis yang bermulai dari sebuah rencana konspirasi yang kotor.

Wanita pertama adalah Susan Trinder, ia tinggal bersama Mr. Ibbs dan Mrs. Sucksby—sosok ibu yang sangat ia sayangi beserta ‘sepupu-sepupu’nya, John Vroom dan Dainty Warren. Namun Susan bukanlah anak kandung dari Mrs. Sucksby, ia diasuh olehnya ketika ibunya meninggal dengan tragis akibat hukuman gantung. Di mata Susan –atau Sue, Mrs. Sucksby merawatnya dengan baik—lebih baik daripada anak asuhnya yang lain, selain itu Mrs. Sucksby sering berkata pada suaminya bahwa Sue suatu saat akan merubah segalanya menjadi lebih baik.

Wanita kedua adalah Maud, Maud Lilly, seorang gadis yang tinggal bersama kakeknya di sebuah rumah besar di pinggir Sungai Thames. Masa lalunya juga tidak kalah suram, ibunya gila dan masa kecilnya ia habiskan di rumah sakit jiwa—setidaknya itu yang selalu diceritakan pamannya. Pamannya adalah seorang terpelajar yang mempunyai perpustakaan besar di rumahnya, dan sering dikunjungi rekan dan kolega-koleganya. Mr. Lilly memperlakukan Maud seperti alat, ketika rekan atau koleganya berkunjung Maud akan dipanggil dan diperintahkan untuk membaca banyak buku untuk mereka. Ini sebagai balas budi Maud akan kehidupannya yang baru selain rumah sakit jiwa.

Suatu hari seoran pria bernama Gentleman muncul di kediaman Mr. Ibbs. Ia datang membawa sebuah rencana besar dan meminta izin agar Sue bisa menjadi rekannya. Rencana itu adalah untuk mengambil harta seorang bangsawan tua dengan cara menikahi keponakannya yang merupakan pewaris asli dari kekayaannya tersebut—benar, keluarga tersebut adalah keluarga Mr. Lilly.

Konspirasi. Itulah kata yang tepat menggambarkan apa yang terjadi berikutnya, lalu menyusul kejadian-kejadian yang mencengangkan, membingungkan, pengkhianatan dan kekuatan cinta. Apakah yang akan terjadi pada kedua gadis ini? Apa yang sebenarnya mereka rasakan satu sama lain? Adakah hubungan antara mereka berdua? Jawaban yang dicari dalam buku yang di terbitkan Riverhead Books ini.

Waters amat cerdas dalam menentukan plot hingga kesan yang ada tidak menjemukan. Bahasa yang digunakan pun sangat luwes dan berkarakter sehingga siapapun yang membacanya dapat dengan tepat membayangkan apa yang ada di kepala pengarang. Tetapi diantara semuanya, cara penyajiannya lah yang paling unik. Waters menceritakan kisah ini dari dua sudut pandang yang berbeda yang pada akhirnya akan saling melengkapi satu sama lain. Pembaca akan tenggelam dalam karakter yang ada dan terlibat secara emosi di dalamnya, ini yang membuat buku buku setebal lebih dari 400 halaman ini (ebook), a read-must.



From Z’s eye:

Wow. Itu kata pertama saya waktu baca buku ini. Saya benar-benar tenggelam di dalamnya sampai-sampai saya menyelesaikannya sekali jadi! Sekali angkat, buku itu susah saya taruh kecuali waktu harus pergi ke toilet atau ambil kopi.

Sarah Waters memang cerdas memainkan perasaan pembaca. Kadang-kadang saya bisa sebal, kadang-kadang saya merasa hangat karena cinta (ciee), sesaat kemudian saya dibikin tergelak. Pokoknya top abis deh! Dibandingkan novel Sarah Waters yang lain, novel ini yang paling saya sukai dan nikmati. Sayangnya nobel ini belum diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, kemarin juga saya baca versi Bahasa Inggrisnya.

Menurut saya, pemilihan katanya cukup bersahabat, jadi saya tidak perlu bolak-balik buka kamus, ya kecuali istilah-istilah Inggris abad ke 19 yang bikin saya harus putar otak mengartikannya—tapi ini tidak mengganggu pengalaman saya dalam membaca bukunya. Mudah-mudahan buku ini segera diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia agar jangkauan pembacanya lebih luas lagi, soalnya buku bertema lesbian masih langka ditemukan di Indonesia.

Sekali lagi, buku ini tidak akan menjadi buku yang nantinya Anda sesali nangkring di rak buku Anda, trust me!

No comments:

Post a Comment